faturohman
Kamis, 14 Januari 2016
Selasa, 10 November 2015
Kamis, 28 Agustus 2014
perang terhadap korupsi belum usai.
Perang melawan korupsi tidak hanya membutuhkan cara-cara yang biasa digunakan oleh para penegak hukum, yaitu dengan menjatuhkan hukuman dan memenjarakan para koruptor ke dalam lembaga pemasyarkatan. Fenomena tersebut rasanya tidak memberikan efek yang sangat signifikan terhadap para koruptor. Bahkan setelah hakim menjatuhkan hukumanpun banyak para koruptor menebar senyum sekakan sanksi tersebut bukan merupakan ancaman yang serius bagi dirinya. Penjatuhan sanksi pidana sebagai penderitaan (nestapa) yang sengaja dijatuhkan kepada orang yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana terasa biasa-biasa saja terdengar ditelinga para koruptor.
Pemberian remisi terhadap koruptor oleh pemerintah (Kementrian hukum dan Hak asasi Manusia) sebagai otoritas pemegang hak mutlak memberikan remisi, hal ini tidak sejalan dengan semangat pemebrantasan korupsi. korupsi sebagai extra ordinary crime, perbuatan bejat, tidak jujur, tidak bermoral, tetap saja mendapatkan tempat yang istimewa dihati pemerintah, pemerintah seakan iba, kasihan serta merasa bersalah jika tidak memberikan remisi kepada para koruptor. Apakah ini yang dinamakan perang terhadap korupsi. Belum lama ini terpidana kasus pengemplangan pajak Gayus Tambunan. Gayus diberikan remisi satu bulan 15 hari dari masa tahanannya. hari raya Idulfitri 1435 H dari Kementerian hukum dan Ham, Senin (28/7/2014).
Maraknya pemebritaan korupsi Hampir setiap hari pemberitaan di beberap media baik cetak maupun elektronik, hamper setiap hari media memberitakan tentang tertangkpnya seorang korupsi, penjatuhan hukuman terhadap korupsi, mengisolasi seorang tahanan korupsi gara-gara rebut. Tetapi praktek korupsi setiap hari tetap dilkukan dan pemberitaan tersebut bukan merupakan teguran dan peringatan.
Senin, 17 Januari 2011
CIRI-CIRI KORUPSI SEBAB DAN AKIBAT KORUPSI
1. Pengertian Korupsi
Istilah korupsi ini, berasal dari bahasa latin “corruptio” atau “corruptus” Yang berarti kerusakan atau kebobrokan, perbuatan yang bejat, perbuatan tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, serta kata-kata menghina atau memfitnah. Adapun arti harfiah dari korupsi dapat berupa :
a) kejahatan, kebususkan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran.
b) perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebaigainya.
c) 1. korup (busuk; suka menerima uang suap uang/sogok; memakai kekusaan untuk kepentingan sendiri dan sebaginya); 2. korupsi (perbuatan bususk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebaginya; 3. koruptor (orang yang korpsi).
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tenatng korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat keadaan yang busuk, jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, sera penempatan kelurga atau golongan kedalam kedinasan di bawah kekusaan jabatnnya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
2. Korupsi : busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayaakan kepadanya; dapat disogok (melalui kekusaan untuk kepentingan pribadi).
Di dalam Undang-Undang tindak pidana korupsi terdapat tiga istilah hukum yang perlu diperjelas, yaitu istilah tindak pidana korupsi, keuangan negara dan perekonomian negara. Tindak pidana korupsi dalam Uundanng-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah :
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pengertian Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun baik yang dipisahkan maupun yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya :
1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah;
2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan Perusahaan yang menyertakan Modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Batasan mengenai perekonomian negara, menurut undang-undang tersebut adalah kehidupan pererkonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekelurgaan atau usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahtraan kepada seluruh kehidupan rakyat sesuai dengan perekonomian negara dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001
Tentang Pemebrantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang tersebut bermaksud untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan keuangan atau pererkonomian negara yang semakin canggih dan rumit, oleh karenanya tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang ini dirumuskan seluas-luasnya sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaaya diri sendiri atau orang lain suatu korporasi secra melawan hukum.
2. Ciri-ciri Korupsi
Perbuatan korupsi di manapun dan kapanpun akan selalu memiliki ciri khas. Dan ciri khas tersebut bisa bermacam-macam, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Melibatkan lebih dari satu orang;
b. Korupsi tidak hanya berlaku di kalangan pegawai negeri atau anggota birokrasi negara, korupsi juga terjadi di organisasi usaha swasta;
c. Korupsi dapat mengambil bentuk menerima sogok, uang kopi, salam tempel, uang semir, uang pelancar, baik dalam bentuk uang tunai atau benda atau pun wanita;
d. Umumnya serba rahasia, kecuali sudah membudaya;
e. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang tidak selalu berupa uang;
f. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum;
g. Setiap perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat;
h. Di bidang swasta, korupsi dapat berbentuk menerima pembayaran uang dan sebagainya, untuk membuka rahasia perusahaan tempat seseorang bekerja, mengambil komisi yang seharusnya hak perusahaan.
3. Sebab Korupsi
Menurut M. Dawan Rahardjo dalam artikelnya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menggambarkan bahwa timbulnya perbuatan korupsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, apakah kelembagaan pemerintah itu memberikan kesempatan kepada perbuatan korupsi. Kedua, lingkungan budaya yang memepengaruhi psikologi orang-seorang. Ketiga, pengaturan ekonomi yang mungkin memberikan tekanan-tekanan tertentu. Tindak pidana korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Pelaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor faktor penyebabnya tidak saja dapat berasal dari internal pelaku korupsi, Tetapi dapat juga berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
Berikut adalah aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi, menurut Sarlito W Sarwono , kendatipun tidak ada jawaban yang persis, tetapi dua hal yang jelas yakni :
a. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, Hasrat, kehendak dan sebagainya);
b. Rangsangan dari luar (dorongan teman - teman, adanya kesempatan, kurangnya kontrol dan sebagainya).
Beberapa Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi menurut Andi hamzah sebagai berikut:
a. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat;
b. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi;
c. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan kurang efisien sering di pandang sebagai penyebab korupsi, dalam arti bahwa yang demikian itu akan memberi peluang untuk melakukan korupsi. Semakin besar anggaran pembangunan, semakin besar pula kemungkinan kebocoran-kebocoran;
d. Modernisasi mengembangbiakkan korupsi karena membawa perubahan nilai dasar atas masyarakat membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru, membawa perubahan yang diakibatkannya dalam bidang kegiatan sistem politik, memperbesar kekuasaan pemerintah dan melipat gandakan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh peraturan pemerintah;
e. Faktor mental yang tidak sehat lebih dominan untuk mendorong terjadinya perbuatan korupsi. Sebab sekalipun faktor-fakor lainnya itu ada / terdapat pada diri seseorang, akan tetapi apabila ia bermental sehat tidak akan melakukan perbuatan korupsi (semacam ada rem).
Analisa yang lebih detail lagi tentang beberapa penyebab korupsi kemudian dipaparkan oleh badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi” dimana beberapa yang menjadi penyebab korupsi antara lain;
1) Aspek individu pelaku
a. Sifat tamak manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan disebabkan karena orangnya miskin atau penghasilannya tidak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya tetapi masih mempunyai hasrat yang begitu besar untuk memperkaya diri, penyebab korupsi pada pelaku semacam ini datang dari dalam diri sendiri yakni sifat tamak dan rakus;
b. Moral yang kurang kuat
Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat bawahannya atau fihak yang lainnya memberikan kesempatan untuk itu;
c. Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya dapat memenuhi atau sejalan dengan kebutuhan hidup yang wajar, bila hal itu tidak terjadi maka sesorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. tetapi apabila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini akan memberikan sebuah peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, maupun fikiran dalam artian semua curahan peluang itu untuk keperluan diluar pekerjaan yang seharusnya;
d. Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu kemudian membuka ruang bagi seseorang untuk melakukan jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi;
e. Gaya hidup yang konsumptif
Kehidupan di kota kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseorang berperilaku konsumtif. Perilaku semacam ini apabila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan kemungkinan itu adalah dengan melakukan tindak korupsi;
f. Sifat malas atau tidak mau bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari suatu pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial dalam melakukan tindakan apapun dengan cara cara mudah dan cepat, yang diantaranya melakukan korupsi;
g. Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius, yang tentunya akan melarang setiap warga negaranya melakukan tindakan korupsi dalam bentuk apapun. Akan tetapi kenyataan dilapangan menunjukan bahwa praktek korupsi semakin berkembang subur di tengah masyarakat. situasi paradoks semacam ini mencerminkan bahwa ajaran agama tidak sepenuhnya diterapkan dalam kehidupan.
2) Aspek Organisasi
a. Kurangnya Sikap Keteladanan Pimpinan
Posisi pimpinan dalam suatu lembaga formal maupun informal sesungguhnya mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi bawahannya. Apabila seorang pemimpin tidak bisa memberikan keteladanan yang baik dihadapan bawahannya misalnya berbuat korupsi maka kemungkinan besar bawahannya akan mengambil kesempatan yang sama sebagaimana atasannya;
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisai biasanya mempunyai pengaruh kuat terhadap anggotanya. apabila kulur organisasi tidak dapat dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan berbagai situasi yang tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Dalam posisi yang demikian perbuatan negatif seperti antara lain korupsi memiliki peluang yang besar untuk terjadi;
c. Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
Pada institusi pemerintah pada umumnya belum merumuskan dan melaksanakan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya terhadap instansi pemerintah sulit untuk dilakukan penilaian apakah instansi tersebut telah berhasil mencapai sasaranya atau tidak? Dan akibat lebih lanjut terhadap kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki semacam ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktek korupsi;
d. Kelemahan sistem pengendalian manajemaen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. semakin longgar atau lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka peluang perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya;
e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam orgainisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindakan korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup tersebut, pelanggaran korupsi justru cenderung terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3) Aspek tempat individu dan organisasi berada
a. Nilai nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Sebagaimana diketahui, korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap sikap seperti ini sering membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi misalnya dari mana kekayaan tersebut didapatkan;
b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang dirugikan dalam korupsi itu adalah justru masyarakat sendiri. Anggapan pada masyarakat umum bahwa yang mengalami kerugian akibat korupsi adalah Negara, Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang akibat di korupsi;
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi
Dan umumnya setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari hari dengan cara cara terbuka namun tidak mereka sadari;
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut berpartisi aktif
Dimana pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat itu aktif berperan serta melakukannya;
e. Aspek peraturan perundang undangan
korupsi yang mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang undangan.
4. Akibat Korupsi
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme;
d. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan;
e. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif;
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan;
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak semestinya.
Istilah korupsi ini, berasal dari bahasa latin “corruptio” atau “corruptus” Yang berarti kerusakan atau kebobrokan, perbuatan yang bejat, perbuatan tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, serta kata-kata menghina atau memfitnah. Adapun arti harfiah dari korupsi dapat berupa :
a) kejahatan, kebususkan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran.
b) perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebaigainya.
c) 1. korup (busuk; suka menerima uang suap uang/sogok; memakai kekusaan untuk kepentingan sendiri dan sebaginya); 2. korupsi (perbuatan bususk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebaginya; 3. koruptor (orang yang korpsi).
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tenatng korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat keadaan yang busuk, jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, sera penempatan kelurga atau golongan kedalam kedinasan di bawah kekusaan jabatnnya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
2. Korupsi : busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayaakan kepadanya; dapat disogok (melalui kekusaan untuk kepentingan pribadi).
Di dalam Undang-Undang tindak pidana korupsi terdapat tiga istilah hukum yang perlu diperjelas, yaitu istilah tindak pidana korupsi, keuangan negara dan perekonomian negara. Tindak pidana korupsi dalam Uundanng-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah :
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pengertian Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun baik yang dipisahkan maupun yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya :
1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah;
2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan Perusahaan yang menyertakan Modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Batasan mengenai perekonomian negara, menurut undang-undang tersebut adalah kehidupan pererkonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekelurgaan atau usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahtraan kepada seluruh kehidupan rakyat sesuai dengan perekonomian negara dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001
Tentang Pemebrantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang tersebut bermaksud untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan keuangan atau pererkonomian negara yang semakin canggih dan rumit, oleh karenanya tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang ini dirumuskan seluas-luasnya sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaaya diri sendiri atau orang lain suatu korporasi secra melawan hukum.
2. Ciri-ciri Korupsi
Perbuatan korupsi di manapun dan kapanpun akan selalu memiliki ciri khas. Dan ciri khas tersebut bisa bermacam-macam, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Melibatkan lebih dari satu orang;
b. Korupsi tidak hanya berlaku di kalangan pegawai negeri atau anggota birokrasi negara, korupsi juga terjadi di organisasi usaha swasta;
c. Korupsi dapat mengambil bentuk menerima sogok, uang kopi, salam tempel, uang semir, uang pelancar, baik dalam bentuk uang tunai atau benda atau pun wanita;
d. Umumnya serba rahasia, kecuali sudah membudaya;
e. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang tidak selalu berupa uang;
f. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum;
g. Setiap perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat;
h. Di bidang swasta, korupsi dapat berbentuk menerima pembayaran uang dan sebagainya, untuk membuka rahasia perusahaan tempat seseorang bekerja, mengambil komisi yang seharusnya hak perusahaan.
3. Sebab Korupsi
Menurut M. Dawan Rahardjo dalam artikelnya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menggambarkan bahwa timbulnya perbuatan korupsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, apakah kelembagaan pemerintah itu memberikan kesempatan kepada perbuatan korupsi. Kedua, lingkungan budaya yang memepengaruhi psikologi orang-seorang. Ketiga, pengaturan ekonomi yang mungkin memberikan tekanan-tekanan tertentu. Tindak pidana korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Pelaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor faktor penyebabnya tidak saja dapat berasal dari internal pelaku korupsi, Tetapi dapat juga berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
Berikut adalah aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi, menurut Sarlito W Sarwono , kendatipun tidak ada jawaban yang persis, tetapi dua hal yang jelas yakni :
a. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, Hasrat, kehendak dan sebagainya);
b. Rangsangan dari luar (dorongan teman - teman, adanya kesempatan, kurangnya kontrol dan sebagainya).
Beberapa Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi menurut Andi hamzah sebagai berikut:
a. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat;
b. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi;
c. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan kurang efisien sering di pandang sebagai penyebab korupsi, dalam arti bahwa yang demikian itu akan memberi peluang untuk melakukan korupsi. Semakin besar anggaran pembangunan, semakin besar pula kemungkinan kebocoran-kebocoran;
d. Modernisasi mengembangbiakkan korupsi karena membawa perubahan nilai dasar atas masyarakat membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru, membawa perubahan yang diakibatkannya dalam bidang kegiatan sistem politik, memperbesar kekuasaan pemerintah dan melipat gandakan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh peraturan pemerintah;
e. Faktor mental yang tidak sehat lebih dominan untuk mendorong terjadinya perbuatan korupsi. Sebab sekalipun faktor-fakor lainnya itu ada / terdapat pada diri seseorang, akan tetapi apabila ia bermental sehat tidak akan melakukan perbuatan korupsi (semacam ada rem).
Analisa yang lebih detail lagi tentang beberapa penyebab korupsi kemudian dipaparkan oleh badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi” dimana beberapa yang menjadi penyebab korupsi antara lain;
1) Aspek individu pelaku
a. Sifat tamak manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan disebabkan karena orangnya miskin atau penghasilannya tidak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya tetapi masih mempunyai hasrat yang begitu besar untuk memperkaya diri, penyebab korupsi pada pelaku semacam ini datang dari dalam diri sendiri yakni sifat tamak dan rakus;
b. Moral yang kurang kuat
Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat bawahannya atau fihak yang lainnya memberikan kesempatan untuk itu;
c. Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya dapat memenuhi atau sejalan dengan kebutuhan hidup yang wajar, bila hal itu tidak terjadi maka sesorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. tetapi apabila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini akan memberikan sebuah peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, maupun fikiran dalam artian semua curahan peluang itu untuk keperluan diluar pekerjaan yang seharusnya;
d. Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu kemudian membuka ruang bagi seseorang untuk melakukan jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi;
e. Gaya hidup yang konsumptif
Kehidupan di kota kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseorang berperilaku konsumtif. Perilaku semacam ini apabila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan kemungkinan itu adalah dengan melakukan tindak korupsi;
f. Sifat malas atau tidak mau bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari suatu pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial dalam melakukan tindakan apapun dengan cara cara mudah dan cepat, yang diantaranya melakukan korupsi;
g. Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius, yang tentunya akan melarang setiap warga negaranya melakukan tindakan korupsi dalam bentuk apapun. Akan tetapi kenyataan dilapangan menunjukan bahwa praktek korupsi semakin berkembang subur di tengah masyarakat. situasi paradoks semacam ini mencerminkan bahwa ajaran agama tidak sepenuhnya diterapkan dalam kehidupan.
2) Aspek Organisasi
a. Kurangnya Sikap Keteladanan Pimpinan
Posisi pimpinan dalam suatu lembaga formal maupun informal sesungguhnya mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi bawahannya. Apabila seorang pemimpin tidak bisa memberikan keteladanan yang baik dihadapan bawahannya misalnya berbuat korupsi maka kemungkinan besar bawahannya akan mengambil kesempatan yang sama sebagaimana atasannya;
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisai biasanya mempunyai pengaruh kuat terhadap anggotanya. apabila kulur organisasi tidak dapat dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan berbagai situasi yang tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Dalam posisi yang demikian perbuatan negatif seperti antara lain korupsi memiliki peluang yang besar untuk terjadi;
c. Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
Pada institusi pemerintah pada umumnya belum merumuskan dan melaksanakan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya terhadap instansi pemerintah sulit untuk dilakukan penilaian apakah instansi tersebut telah berhasil mencapai sasaranya atau tidak? Dan akibat lebih lanjut terhadap kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki semacam ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktek korupsi;
d. Kelemahan sistem pengendalian manajemaen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. semakin longgar atau lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka peluang perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya;
e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam orgainisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindakan korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup tersebut, pelanggaran korupsi justru cenderung terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3) Aspek tempat individu dan organisasi berada
a. Nilai nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Sebagaimana diketahui, korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap sikap seperti ini sering membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi misalnya dari mana kekayaan tersebut didapatkan;
b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang dirugikan dalam korupsi itu adalah justru masyarakat sendiri. Anggapan pada masyarakat umum bahwa yang mengalami kerugian akibat korupsi adalah Negara, Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang akibat di korupsi;
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi
Dan umumnya setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari hari dengan cara cara terbuka namun tidak mereka sadari;
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut berpartisi aktif
Dimana pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat itu aktif berperan serta melakukannya;
e. Aspek peraturan perundang undangan
korupsi yang mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang undangan.
4. Akibat Korupsi
Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :
a. Korupsi mendelegetimasikan proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang;
b. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal;
c. Korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme;
d. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan;
e. Korupsi mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
Korupsi yang sistematik dapat menyebabkan :
a. Biaya ekonomi tinggi oleh penyimpangan intensif;
b. Biaya politik oleh penjarahan atau pengangsiran terhadap suatu lembaga publik, dan;
c. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak semestinya.
Jumat, 24 September 2010
Komentar mengenai putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan masa jabatan Jaksa Agung (Hendarman Supanji)
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra terhadap jabatan Jaksa Agung Hendarman Supanjdi. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD memutuskan, sejak Rabu (22/9/2010) pukul 14.35, Hendarman Supandji tidak sah mengemban jabatan Jaksa Agung.
Terkait dengan masa jabatan Jaksa Agung Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia tidak secara jelas mengatur mengnai masa jabatan Jaksa Agung, namun dalam Pasal 22 menyebutkan bahwa :
Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatnnya kerena
a. Meninggal dunia
b. Permintaan sendiri
c. Sakit jasmani terus menerus
d. Berakhirnya masa jabatan
e. Tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
Berkaitan denagn Pasal 22 huruh (d) Mahkamah Konstusi berpendapat bahwa berakhirnya masa jabatan jaksa agung bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu priode bersama-sama dengan anggota kabinet atau diberhentikan dalam priode yang bersangkutan. Pasal 19 Undang-undang Kejaksaan menyebutkan bahwa Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, namun dalam hal ini terkait dangan masa jabatan Hendarman Supanji sebagai Jaksa Agung tidak diberhentikan oleh Presiden maka jabatan Jaksa Agung telah berkahir dengan masa jabatan presiden.
Masa jabatan Hedaraman Supanji sebagai Jaksa Agung penulis berpendapat bahwa Hendarman Supanji sebagai Jaksa Agung telah berakhir terhitung sejak putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi pada jam 14 -35 tanggal 22 sepetember 2010, artinya Hendaraman supanji sudah tidak legal lagi mengemban jabatan sebagai Jaksa Agung. Berdasakan amar putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa :
masa jabata jaksa agung itu berakhir dengan masa jabatan presiden Republik Indonesia dalam satu priode dengan anggota kabinet atau diberhentikan dalam preiode yang bersangkutan.
Berdasrakan amar putusan tersebut, telah jelas menyatakan bahwa masa jabatan Jaksa Agung (Hendarman Supanjdi) telah berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden selama satu periode, sebagai konsekunsi dari putusan tersebut maka jaksa agung tidak sah lagi (tidak legal) “haram” menjabat sebagai jaksa agung. Untuk mengakhiri jabatan Jaksa Agung maka harus dibuat Keppres mengeni pemebrhentian atau pengangkatan kembali dalam jangka waktu tertentu apabila diperlukan.
Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut merupakan keputusan yang bersifat final dan mengikat berdasrkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Konsekunsinya adalah pemerintah dalam hal ini Presiden sebagai pemegang otoritas tertinggi untuk mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung bukan hanya menghormati tetapi juga wajib melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, karena ini akan berdampak pada citra yang kurang baik (preseden buruk) pada pemerintah apabila keputusan tersebut diabaikan atau tidak dilaksanakan.
Terkait dengan masa jabatan Jaksa Agung Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia tidak secara jelas mengatur mengnai masa jabatan Jaksa Agung, namun dalam Pasal 22 menyebutkan bahwa :
Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatnnya kerena
a. Meninggal dunia
b. Permintaan sendiri
c. Sakit jasmani terus menerus
d. Berakhirnya masa jabatan
e. Tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
Berkaitan denagn Pasal 22 huruh (d) Mahkamah Konstusi berpendapat bahwa berakhirnya masa jabatan jaksa agung bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu priode bersama-sama dengan anggota kabinet atau diberhentikan dalam priode yang bersangkutan. Pasal 19 Undang-undang Kejaksaan menyebutkan bahwa Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, namun dalam hal ini terkait dangan masa jabatan Hendarman Supanji sebagai Jaksa Agung tidak diberhentikan oleh Presiden maka jabatan Jaksa Agung telah berkahir dengan masa jabatan presiden.
Masa jabatan Hedaraman Supanji sebagai Jaksa Agung penulis berpendapat bahwa Hendarman Supanji sebagai Jaksa Agung telah berakhir terhitung sejak putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi pada jam 14 -35 tanggal 22 sepetember 2010, artinya Hendaraman supanji sudah tidak legal lagi mengemban jabatan sebagai Jaksa Agung. Berdasakan amar putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa :
masa jabata jaksa agung itu berakhir dengan masa jabatan presiden Republik Indonesia dalam satu priode dengan anggota kabinet atau diberhentikan dalam preiode yang bersangkutan.
Berdasrakan amar putusan tersebut, telah jelas menyatakan bahwa masa jabatan Jaksa Agung (Hendarman Supanjdi) telah berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden selama satu periode, sebagai konsekunsi dari putusan tersebut maka jaksa agung tidak sah lagi (tidak legal) “haram” menjabat sebagai jaksa agung. Untuk mengakhiri jabatan Jaksa Agung maka harus dibuat Keppres mengeni pemebrhentian atau pengangkatan kembali dalam jangka waktu tertentu apabila diperlukan.
Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut merupakan keputusan yang bersifat final dan mengikat berdasrkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Konsekunsinya adalah pemerintah dalam hal ini Presiden sebagai pemegang otoritas tertinggi untuk mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung bukan hanya menghormati tetapi juga wajib melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, karena ini akan berdampak pada citra yang kurang baik (preseden buruk) pada pemerintah apabila keputusan tersebut diabaikan atau tidak dilaksanakan.
Jumat, 09 April 2010
PENYAIKIT ITU BERNAMA KORUPSI
PENYAIKIT ITU BERNAMA KORUPSI
Di Indonesia Korupsi dikenal dengan istilah KKN singkatan dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi sudah menjadi wabah penyakit yang menular di setiap aparat negara dari tingkat yang paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi. Korupsi secara sederhana dapat diartikan sebagai penggunaan fasiltas publik untuk kepentingan pribadi dengan cara melawan hukum.
Disamping itu, tindak pidana korupsi akan membentuk kondisi kemiskinan yang semakin parah yang mengancam jutaan orang di seluruh negara. Sehingga jika dibiarkan menjangkit maka tindak pidana korupsi akan menciptakan suatu pemerintahan yang irasional, yang didorong oleh keserakahan individu atau kelompok, bukan oleh tekad memenuhi kebutuhan rakyat (1). Ditinjau dari pelakunya, tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime). Hal ini disebabkan karena pelaku korupsi adalah orang-orang yang berpendidikan dan menggunakan cara-cara yang canggih. Selain itu, seiring dengan perkembangan dan kecanggihan teknologi, modus operandi dalam tindak pidana korupsipun sanagat hebat dan pesat perkebangannya yakni tidak hanya terbatas pada satu yurisdiksi negara tertentu saja, tetapi seringkali lintas yurisdiksi banyak negara lain. Fakta tersebut juga tercantum dalam pembukaan konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi tahun 2003 yang menyatakan bahwa korupsi tidak hanya merupakan persoalan lokal semata, tetapi telah menjadi fenomena internasional yang berefek pada sendi kehidupan sosial, ekonomi dan menharuskan adanya kerjasama internasional dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya(2). Kejahatan Korupsi adalah jenis tindak kejahatan yang sulit dijangkau oleh aturan hukum. Perbuatan korupsi merupakan suatu perbuatan curang dan tidak jujur yang bermula sebagai perbuatan jahat yang memerlukan kemampuan berpikir (inteligensi), dengan pola perbuatan yang demikian itu kemudian paling rendah merangsang untuk ditiru dan menjalar di lapisan masyarakat. Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang sangat lama. Secara legal formal, pemberantasan korupsi di indonesia telah dimulai pada tahun 1960 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi, sedangkan Undang-undang terakhir yang diundangkan untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang merubah beberapa ketentuan pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemebrantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara umum, upaya pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara preventif, detektif dan refresif. Strategi preventif diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Strategi detektif dibuat dan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi telanjur terjadi, akan dapat diketahui secara dini dan seakurat-akuratnya sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Sedangkan stregi refresif dibuat dan dilaksanakn untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal kepada pihak-pihak yang terkait dengan korupsi. Selain komitmen (political will) pemerintah yang ditandai dengan dikeluarkanya dan dilaksankannya kebijakan-kebijakan hukum, hal yang paling penting adalah menilai kinerja aparat penegak hukum dalam pemeberantasan korupsi di Indonesia. Kinerja aparat penegak hukum tersebut patut dinilai mengingat mereka adalah pihak-pihak yang sehari-hari sangat berkepentingan dangan preoses pemberantasan tindak pidana korupsi, baik dari penyelidikan, penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di persidangan maupun dalam proses eksekusi putusan hakim (3).
Daftar Pustaka
(1). Yesmil Anwar dan Adang , pembaharuan Hukum Pidna Indonesia (Reformasi Hukum Pidana), Jakarta: Grasindo, 2008, hlm. 269.
Badan Pengayoman Hukum Nasional (BPHN) DEPKUMHAM, Analisis dan Evaluasi Hukum (2). Penuntutan dan Pemeriksan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Gramedia, 2008, hlm. 2
Di Indonesia Korupsi dikenal dengan istilah KKN singkatan dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi sudah menjadi wabah penyakit yang menular di setiap aparat negara dari tingkat yang paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi. Korupsi secara sederhana dapat diartikan sebagai penggunaan fasiltas publik untuk kepentingan pribadi dengan cara melawan hukum.
Disamping itu, tindak pidana korupsi akan membentuk kondisi kemiskinan yang semakin parah yang mengancam jutaan orang di seluruh negara. Sehingga jika dibiarkan menjangkit maka tindak pidana korupsi akan menciptakan suatu pemerintahan yang irasional, yang didorong oleh keserakahan individu atau kelompok, bukan oleh tekad memenuhi kebutuhan rakyat (1). Ditinjau dari pelakunya, tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime). Hal ini disebabkan karena pelaku korupsi adalah orang-orang yang berpendidikan dan menggunakan cara-cara yang canggih. Selain itu, seiring dengan perkembangan dan kecanggihan teknologi, modus operandi dalam tindak pidana korupsipun sanagat hebat dan pesat perkebangannya yakni tidak hanya terbatas pada satu yurisdiksi negara tertentu saja, tetapi seringkali lintas yurisdiksi banyak negara lain. Fakta tersebut juga tercantum dalam pembukaan konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi tahun 2003 yang menyatakan bahwa korupsi tidak hanya merupakan persoalan lokal semata, tetapi telah menjadi fenomena internasional yang berefek pada sendi kehidupan sosial, ekonomi dan menharuskan adanya kerjasama internasional dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya(2). Kejahatan Korupsi adalah jenis tindak kejahatan yang sulit dijangkau oleh aturan hukum. Perbuatan korupsi merupakan suatu perbuatan curang dan tidak jujur yang bermula sebagai perbuatan jahat yang memerlukan kemampuan berpikir (inteligensi), dengan pola perbuatan yang demikian itu kemudian paling rendah merangsang untuk ditiru dan menjalar di lapisan masyarakat. Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang sangat lama. Secara legal formal, pemberantasan korupsi di indonesia telah dimulai pada tahun 1960 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi, sedangkan Undang-undang terakhir yang diundangkan untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang merubah beberapa ketentuan pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemebrantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara umum, upaya pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara preventif, detektif dan refresif. Strategi preventif diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Strategi detektif dibuat dan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi telanjur terjadi, akan dapat diketahui secara dini dan seakurat-akuratnya sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Sedangkan stregi refresif dibuat dan dilaksanakn untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal kepada pihak-pihak yang terkait dengan korupsi. Selain komitmen (political will) pemerintah yang ditandai dengan dikeluarkanya dan dilaksankannya kebijakan-kebijakan hukum, hal yang paling penting adalah menilai kinerja aparat penegak hukum dalam pemeberantasan korupsi di Indonesia. Kinerja aparat penegak hukum tersebut patut dinilai mengingat mereka adalah pihak-pihak yang sehari-hari sangat berkepentingan dangan preoses pemberantasan tindak pidana korupsi, baik dari penyelidikan, penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di persidangan maupun dalam proses eksekusi putusan hakim (3).
Daftar Pustaka
(1). Yesmil Anwar dan Adang , pembaharuan Hukum Pidna Indonesia (Reformasi Hukum Pidana), Jakarta: Grasindo, 2008, hlm. 269.
Badan Pengayoman Hukum Nasional (BPHN) DEPKUMHAM, Analisis dan Evaluasi Hukum (2). Penuntutan dan Pemeriksan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Gramedia, 2008, hlm. 2
Langganan:
Postingan (Atom)